Lampu-lampu malam kota yang mencerlang di udara, tak bisa dimungkiri, dapat memikat banyak orang. Di siang hari, daya tarik kota tidak berhenti karena hiruk pikuknya bisa melecut diri untuk segera mewujudkan mimpi.
Namun, kehidupan tak melulu tentang kota dengan segala kemegahannya. Masih ada daerah lain, sebagai tanah kelahiran sang pemimpi, yang menyala dengan sisa-sisa tenaga sebagaimana di Desa Randudongkal, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah.
Ya, di desa tersebut aku lahir. Sebuah desa yang sudah barang tentu jauh dari gemerlapnya lampu kota. Akan tetapi, dari desa kecil itu pula, aku mulai merajut mimpi untuk hari-hari di masa depan.
Layaknya pikiran kebanyakkan orang desa, aku pun setali tiga uang membayangkan kehidupan di kota. Dalam benakku, kota tidak pernah sepi dan aktivitas terus berjalan. Semua itu membuat kota tak pernah tidur, suatu kondisi yang kontras dengan desa.
Aku tak asal berpendapat soal itu. Di tanah kelahiranku, misalnya, kehidupan bisa dikatakan tak ramai. Masyarakat pun tidak memiliki banyak pilihan untuk bekerja karena biasanya bermuara pada petani, pedagang, dan pegawai negeri sebagaimana pekerjaan orang tuaku.
Namun, tidak sekalipun terpikirkan olehku untuk melanjutkan jejak keluarga. Apa yang kubayangkan tentang kota membuat diri ini membulatkan tekad untuk menjadi bagian di dalamnya. Keinginan itu, sedikit banyak memengaruhi pilihanku dalam mewujudkan cita-cita kelak di kemudian hari.
Demikian kusampaikan karena diri ini, berkeinginan menjadi psikolog yang membuka praktik di salah satu kota besar. Cita-cita tersebut mulai muncul tatkala aku duduk di bangku menengah atas.
Kala itu, aku mereka-reka apa yang terjadi di masa depan ketika negara-negara kian bergerak maju. Pikirku, semakin maju suatu negara pasti akan memengaruhi pula tingkat stres seseorang.
Asumsinya sederhana. Tak lain karena tuntutan ekonomi yang semakin tinggi, tapi upah pekerjaan tidak mencukupi kebutuhan hidup. Namun, seiring waktu keinginan menjadi psikolog sirna.
Cita-cita tersebut pudar bersamaan dengan kian seringnya aku membaca lowongan di berbagai majalah. Baris demi baris informasi iklan pekerjaan aku lahap. Dari kebiasaan itu, aku mengetahui kalau pekerjaan yang banyak dibutuhkan adalah sektor administrasi.
Atas dasar itu, aku memutuskan banting stir dan mendaftar jurusan administrasi di bangku kuliah. Di tahun yang sama selepas lulus SMA, aku diterima sebagai mahasiswa Jurusan Administrasi Niaga Program Studi Kesekretariatan dan Administrasi Perkantoran Politeknik Negeri Semarang, Jawa Tengah.
Saat itu, aku mengambil tingkat D3, bukan S1. Alasannya agar tidak banyak waktu yang dihabiskan untuk sekolah. Pikirku, jenjang D3 bisa membuat diri ini lebih cepat untuk lulus dan segera mencari pekerjaan, sehingga mengurangi beban orang tua dalam membiayai kuliah.
Terang terpikirkan demikian, sebab aku merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Sebagai anak sulung, aku berpikir kelak akan menjadi tumpuan ekonomi keluarga. Oleh karena itu, semakin cepat lulus kuliah dan bekerja, maka kian lekas pula bisa membantu orang tua, terutama dalam membiayai sekolah adik-adik.
Sejak menapaki kaki di bangku kuliah, aku sudah berencana untuk mencari kerja di Kota Semarang, meskipun tak sedikit teman seangkatan yang merantau ke Jakarta. Tiada juga pikiran untuk kembali ke kampung halaman. Di Kota Lunpia pula, aku bercita-cita untuk bisa memiliki sekotak rumah hunian di salah satu perumahannya, juga satu kendaraan.
Harus diakui, Jakarta memiliki daya pikat karena upah pekerja di sana lebih menjanjikan daripada Semarang. Namun, pilihanku tidak hanya tentang gaji yang tinggi, tapi ada aspek lain yang turut dipikirkan saat itu.
Beberapa di antaranya: tingkat kepedulian sosial warga kota, persaingan hidup, kebutuhan hidup, dan kebisingan kendaraan kota. Atas pertimbangan itulah, aku berkesimpulan Semarang merupakan kota yang lebih aman dari Jakarta.
Dari apa yang kualami, aku merasa dewi fortuna berpihak kepada diri ini. Bukan tanpa soal, sebab setelah lulus SMA aku bisa langsung diterima di perguruan tinggi yang kudambakan. Setelah lulus kuliah pun, tak lama berselang, tepatnya pada 2006, aku diterima bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di sektor apparel (garmen).
Sebagai buruh pabrik
Perusahaan tempatku bekerja merupakan sebuah perusahaan manufaktur. Perusahaan tersebut berdiri sejak 1975. Sejak tahun berdiri hingga 2023, berangsur-angsur, setidaknya telah mengoperasikan tiga unit pabrik di satu provinsi di Pulau Jawa.
Tempatku bekerja merupakan pabrik pemasok kebutuhan brand terkemuka di dunia. Total tenaga kerja di pabrik ini kurang lebih mencapai 11.000 orang. Setiap tahun pabrik mampu memproduksi 1,7 juta lusin. Total produksi tersebut masih dimungkinkan terus mengalami peningkatan.
Aku sendiri bertugas di Departemen Material Control (MC) pada bagian Follow Up Material. Departemen ini berhubungan dengan segala bentuk pembelian material garmen (handle order material). Beberapa material yang ditangani, seperti order thread (pembelian benang), button (kancing), ribbon (pita), velcro (perekat), dan lain sebagainya.
Di pabrik tempatku bekerja memproduksi: blouse, pakaian anak (children wear), pakaian perempuan (clothing woman), pakaian dress (dress making), garmen, sarung tangan (glove), jaket (jacket), pakaian rajut (knitted wear), pakaian laki-laki (man), celana (pants), dan rok (skirt). Tujuan negara ekspor terbesar pabrik ini adalah benua Amerika dan Eropa
Selain Departemen MC, di pabrik juga ada departemen lainnya, yaitu: Shipping, Human Resources Department (HRD), Information of Technology (IT), Team Sample, Accounting, Office, Finished Good, dan Plan Production Material Control (PPMC).
Lalu Pusat Pengelolaan Pembebasan dan Pengembalian Bea Masuk (P4BM), Tax, Store Accessories, Store Fabric, Utility, Mechanic, Security, Purchase Local, Purchase Head Office, dan lain-lain. Besarnya skala modal dan produksi, pada akhirnya menjadikan perusahaan tempatku bekerja sebagai perusahaan yang banyak dicari oleh agency garment.
Selain lokasi produksi, perusahaan tempatku bekerja juga memiliki kantor pusat yang berlokasi di Jakarta. Di kantor pusat tersebut terdapat beberapa jenis bidang pekerjaan, yakni: marketing, merchandiser, purchase, accounting, human resources, dan bidang lainnya.
Semua bidang pekerjaan tersebut didesain untuk memudahkan berbagai bentuk transaksi order, berhubungan dengan buyer (pembeli atau brand), pemasok (supplier), proses pembayaran (payment), proses kunjungan supplier, dan lain sebagainya.
Proses Order Brand
Sebelum buyer memutuskan untuk menjalin kerja sama bisnis dengan perusahaan tempatku bekerja, hal pertama yang dilakukan para buyer adalah melakukan audit internal terlebih dahulu. Buyer akan melakukan beberapa pemeriksaan yang berkaitan dengan semua hal aktivitas produksi.
Mereka akan memeriksa terkait: kelayakan jam kerja pekerja, kelayakan lembur dalam satu minggu sampai periode gaji, bentuk-bentuk kesejahteraan yang diterima karyawan, kelayakan tempat bekerja, kelayakan toilet, kelayakan prosedur penerimaan barang, dan kelayakan penyimpanan material maupun kain (fabric).
Selanjutnya, memeriksa tingkat kelembaban ruangan, kelayakan kantin, dan jumlah kalori yang disediakan kantin dalam satu porsi makan siang atau makan malam. Segala hal tersebut menjadi pertimbangan buyer untuk memutuskan melakukan order atau tidak pada suatu perusahaan garmen.
Merupakan suatu kebanggaan apabila buyer kelas dunia mempercayakan perusahaan tempatku bekerja untuk memproduksi brand mereka. Lebih lanjut, jika buyer bersepakat untuk memberikan order kepada perusahaan, selanjutnya dari pihak manajemen akan menunjuk bagian merchandiser yang bertugas menangani permintaan buyer.
Bagian merchandiser akan berkomunikasi lebih lanjut mengenai jumlah order, style per style, season per season, dan menetapkan kode etik (code of conduct) yang harus dipatuhi oleh perusahaan.
Setelah buyer menetapkan jumlah kuantiti order dan melakukan breakdown order per style (table 1) kepada merchandiser, tim merchandiser akan melanjutkan order tersebut ke PPMC (table 2 – 6) yang mana tugas utama seorang PPMC antara lain:
- Mengatur material yang akan digunakan produksi;
- Mengembangkan segala bentuk kebutuhan marketing; dan
- Berkomunikasi baik dengan pemasok maupun dengan buyer.
Tabel 1. Contoh breakdown order.
Tim PPMC akan meninjau ulang breakdown order per style yang diterima dari buyer melalui merchandiser, termasuk:
- Review lead time order per style kapan harus shipment ex factory maupun ex Indonesia;
- Melakukan proses memilih dan memilah material maupun fabric yang akan digunakan untuk produksi apakah harus order di Indonesia atau impor dari luar negeri;
- Menentukan kapan harus melakukan proses order material atau fabric ke supplier;
- Menentukan kapan factory harus menerima material maupun fabric agar in house di perusahaan;
- Menentukan kapan material atau pun fabric akan diproses MR (material requisition) agar bisa di loading di produksi;
- Menentukan kapan cutting bisa mulai dilakukan;
- Menentukan kapan sewing bisa mulai dilakukan dan harus berapa line yang handle proses sewing;
- Double check apakah ada special process di masing-masing style mengenai order dari buyer. Misalnya, special washing, pintuck, pleating, printing, dying, manding atau special process lainnya yang menjadikan nilai tambah jual untuk garment tersebut; dan
- Menentukan model packing, baik polybag maupun carton, untuk garment tersebut sesuai dengan request buyer.
Tabel 2. Contoh detail order.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Begitu banyak proses yang harus dilakukan oleh factory dalam menindaklanjuti requirement order dari buyer. Proses yang harus dilakukan selalu menghubungkan satu departemen dengan departemen lain sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan dan berkesinambungan. Baik direct labour maupun indirect labour, mempunyai peran yang sangat penting.
Membuat Sampel
Sebelum sample dibuat, maka tahap yang harus dilalui adalah peninjauan ulang oleh buyer. Buyer akan mengirimkan contoh garmen yang diminta langsung dari kantor di negara asal buyer kepada factory dalam bentuk garment jadi dan mengirimkan softcopy dalam bentuk avatar atau gambar baju 3D.
Kemudian orisinal garment sample tersebut akan dijadikan standar oleh team factory sebagai dasar proses pembuatan garment, apakah sudah sesuai atau belum, termasuk double check hand fill jika garment masih membutuhkan special proses washing dengan jenis dan persentase softener tertentu.
Tim PPMC akan bekerja sama terlebih dahulu dengan tim PDF atau bagian sample untuk membuat beberapa sampel buat masing-masing style (model pakaian). Hal itu dilakukan berdasarkan standar yang diterima dan selanjutnya diproseskan approval ke buyer sebelum proses bulk atau produksi dilakukan.
Dari sampel akan didapatkan semua kebutuhan seperti detail tersebut di atas yang akan ditindaklanjuti oleh tim PPMC, misalnya:
- Satu garmen jadi membutuhkan berapa panjang kain (yard fabric);
- Satu garmen jadi membutuhkan berapa panjang benang (yard thread);
- Aksesori apa saja yang harus ada di garmen, seperti kancing (button), kancing tarik (zipper), dan lain-lainnya. Termasuk juga jumlah aksesoris yang dibutuhkan untuk setiap jenis pakaian garmen yang dibutuhkan; dan
- Teknik folding atau melipat bagaimana yang mendapatkan approval dari buyer. Hal ini berkorelasi dengan polybag dan jenis karton yang harus dibeli sebagai wadah pengepakan terakhir, sebelum akhirnya proses pengiriman dilakukan.
Setelah contoh, pakaian yang selesai diproses—dengan tenggat waktu yang berbeda tergantung style garment—selanjutnya akan dilakukan peninjauan ulang terlebih dahulu bersama tim internal. Terkadang proses tersebut memakan waktu sampai satu minggu, sebelum contoh pakaian dikirim untuk mendapatkan penilaian dari buyer.
Apabila buyer setuju dengan contoh pakaian yang dikirim, maka selanjutnya bagian PPMC melakukan proses pembelian segala material yang dibutuhkan. Tim PPMC sendiri terdiri dari beberapa orang dengan jenis pekerjaan yang berbeda-beda.
Namun, satu sama lain saling berkoordinasi untuk menyiapkan kebutuhan tersebut. Misalnya, bagian yang bertugas mengurus contoh pakaian akan bekerja sama dengan tim sample.
Ada pula tim yang menangani pembelian material untuk kebutuhan bagian penjahitan (sewing) dan finishing. Tim pembelian material nantinya akan memutuskan, apakah jenis material tertentu dibeli di pasar lokal Indonesia atau mengimpor kepada pemasok yang berada di luar negeri.
Selain faktor ketersediaan bahan dan jangkauan, dalam memutuskan pembelian material, tim PPMC juga harus memperhatikan harga bahan-bahan material, apakah harga dari masing-masing bahan sesuai dengan pembiayaan (costing) dengan rancangan anggaran. Untuk menentukan ini, terdapat rumus tertentu dalam proses pengambilan keputusannya.
Sebagai informasi, yang disebut material di perusahaan tempat kami bekerja adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan untuk menjadikan suatu jenis style barang garmen. Kami membaginya menjadi dua, yaitu:
- Material sewing artinya semua yang menjadi kebutuhan pada saat proses menjahit dan menempel pada garment, seperti thread atau benang, button, zipper, label, main label, dan lain-lain.
- Material packing artinya bahan yang digunakan untuk proses kemasan barang jadi garmen, misalnya polybag dan karton.
Apabila tim PPMC sudah menentukan material yang akan dibeli, langkah selanjutnya adalah mengirimkan detail pembelian material kepada tim pemasaran dan tim MC. Dua bagian tersebut berada di kantor pusat.
Lebih lanjut, tim pemasaran dan tim MC memiliki wewenang yang berbeda dalam hal pengurusan pembelian material garmen. Terdapat dua jalur pembelian untuk jenis supplier yang berbeda.
Jika kebutuhan material garmen harus dipenuhi dari pemasok luar negeri, maka bagian yang mengurus pembelian adalah tim pemasaran. Sebaliknya, apabila yang dibutuhkan adalah jenis material dari supplier lokal, wewenang alur pekerjaan di tim MC. Namun yang bertugas untuk melakukan pembayaran adalah tim pengadaan (purchase).
Dalam menghasilkan sebuah garmen, perusahaan tempatku bekerja setidaknya harus berhubungan dengan kurang lebih sampai dengan 10 supplier, baik dalam maupun luar negeri. Tim PPMC, MC, purchase, dan marketing akan saling melakukan pemeriksaan (double check).
Koordinasi dilakukan untuk mengawasi dan memastikan kinerja kepada seluruh supplier, baik lokal maupun luar negeri, agar mengirimkan material yang dibutuhkan sesuai dengan tenggat waktu yang diminta.
Hal yang paling menyenangkan bekerja di bagian Follow Up Material adalah aku bisa mendesak para supplier agar mampu mendatangkan material sesuai dengan tanggal yang telah ditentukan. Hal ini Aku lakukan agar proses jalannya produksi tidak menimbulkan masalah lain.
Walaupun, aku tahu hal itu tidak selamanya bisa berjalan dengan mulus. Contoh, terkadang supplier tidak memiliki bahan baku yang dibutuhkan untuk pembuatan material yang diminta, sehingga mengakibatkan terlambatnya barang dikirim ke pabrik. Alhasil, mau tidak mau tim PPMC harus mengatur ulang jadwal produksi agar tidak sampai loss production atau keterlambatan material.
Tabel 7. Contoh detail order fabric yang di-follow up oleh tim marketing.
Serupa dengan sistem di perusahaan lain, perusahaan tempatku bekerja juga memiliki sistem yang harus diikuti, baik pihak internal pabrik itu sendiri maupun eksternal. Sistem yang aku maksud adalah sistem harus dijalankan pada saat material tiba di dalam pabrik.
Proses pemeriksaan terlebih dahulu harus dilakukan sebelum material barang tiba di ruang produksi. Tahapannya, truk pembawa bahan material akan memasuki pintu utama pabrik, kemudian supir akan melapor kepada petugas penjaga, yaitu di pos satpam induk. Setelah itu, pemeriksaan akan dilakukan pada dokumen surat jalan yang dibawa.
Tim penjaga (security) akan memberikan stempel kedatangan pada surat jalan. Mereka juga akan melakukan pemeriksaan berulang kelengkapan dokumen yang dibawa untuk selanjutnya diarahkan menuju ke Ruang Material Control.
Selanjutnya, barang akan dibongkar di lokasi Unit 1, Unit 2, atau Unit 3. Apabila sudah ditentukan lokasi tempat bongkar, kemudian tim MC bagian penerimaan (receiving) akan melakukan pendaftaran proses dokumentasi pengalih barang antar unit atau BC2.7.
Hal tersebut dilakukan lantaran pabrik tempatku bekerja merupakan perusahaan Kawasan Berikat, sehingga setiap material yang masuk dan keluar pabrik harus taat hukum dan dokumentasi.
Jika mengikuti prosedur tersebut di atas, maka orang beranggapan prosedur yang ada di perusahaan tempat saya bekerja sangatlah kompleks dan rumit. Namun, itulah sistem yang sudah berjalan semenjak perusahaan tempatku bekerja berdiri.
Sejak diterima di perusahaan apparel tersebut pada tahun 2006, aku bekerja di bagian Follow Up Material pada Departemen MC, di mana setiap hari aku berkutat dengan penangan pembelian material (handle order material). Sampai akhirnya tepat pada bulan Januari 2015, aku dipindahkan ke bagian Follow Up Spare Part dan Machinery.
Pada prinsipnya tidak ada yang berbeda; sama-sama menangani pembelian atau pengadaan material barang untuk kebutuhan proses produksi. Namun yang membedakan adalah jenis pengadaan barang yang dibeli.
Pembelian yang dibutuhkan adalah segala hal yang berhubungan dengan kebutuhan jalannya produksi, seperti jarum (consumable needle), spare part mesin jahit, mesin overlock, dan mesin lainnya yang dijalankan guna kepentingan proses produksi.
Ketika aku dipindahkan ke bagian lain, aku merasa mendapatkan ilmu dan pengetahuan baru. Apabila dahulu aku lebih banyak berkomunikasi dengan pemasok dalam negeri, kini aku lebih banyak bersinggungan dengan supplier dari luar negeri. Hal ini membuat pola pikirku lebih terbuka dan tidak hanya berpikir asumtif.
Walaupun demikian, ada pula yang membuat detak jantungku menjadi lebih cepat. Sebagai contoh, apabila terjadi kendala keterlambatan pengiriman barang (delay vessel), sehingga pembelian material tidak bisa masuk ke dalam pabrik sesuai dengan yang direncanakan.
Selain itu, perbedan jam kerja supplier luar negeri dengan waktu kerja Indonesia, sering kali membuat proses komunikasi dan pemberian umpan balik (feedback) tidak bisa dilakukan dengan lebih cepat. Meskipun begitu, aku tetap menyenangi pekerjaanku.
Sampai dengan hari ini, aku masih menjadi bagian dari Departmen MC di bagian Follow Up Spare part dan Machinery. Kini masa kerjaku telah memasuki usia 17 tahun. Aku sendiri mengalami pindah bagian dari Follow Up Material selama delapan tahun lebih dan Follow Up Spare part & Machinery selama delapan tahun.